Pada awalnya adalah bagian dari perayaan Hari Saint George di wilayah Katalonia sejak abad pertengahan dimana para pria memberikan mawar kepada kekasihnya. Namun sejak tahun 1923 para pedagang buku memengaruhi tradisi ini untuk menghormati Miguel de Cervantes, seorang pengarang yang meninggal dunia pada 23 April. Hingga itu sejak tahun 1925 para perempuan memberikan sebuah buku sebagai pengganti mawar yang diterimanya. Pada masa itu lebih dari 400.000 buku terjual dan ditukarkan dengan 4 juta mawar.
Pada tahun 1995, Konferensi Umum UNESCO di Paris memutuskan tanggal 23 April sebagai World Book Day atau Hari Buku Sedunia, berdasar keberadaan Festival Katalonia serta pada tanggal tersebut, Shakespeare, Cervantes, Inca Garcilaso de la Vega dan Josep Pla meninggal dunia sedangkan Maurice Druon, Vladimir Nabokov, Manuel Mejía Vallejo and Halldór Laxness dilahirkan. Walaupun pada kasus Shakespeare dan Cervantes ada sedikit perbedaan karena masing-masing meninggal dihitung dengan sistem kalender yang berbeda dimana pada masa itu Inggris masih mempergunakan sistem Kalender Julian sedangkan Katalonia mempergunakan sistem Kalender Gregorian. Perayaan ini merupakan bentuk penghargaan dan kemitraan antara pengarang, penerbit, distributor, organisasi perbukuan serta komunitas-komunitas yang semuanya bekerja sama mempromosikan buku dan literasi sebagai bentuk pengayaan diri dan meningkatkan nilai-nilai sosial budaya kemanusiaan.
World Book Day Indonesia sendiri merupakan program yang diluncurkan Forum Indonesia Membaca untuk mempromosikan perayaan World Book Day di Indonesia. Program ini mulai diselenggarakan sejak tahun 2006. World Book Day Indonesia dirancang sebagai sebuah perayaan komunitas perbukuan atas buku, lebih dari sekedar kegiatan jual-beli. Setiap tahunnya mendorong komunitas-komunitas perbukuan di Indonesia untuk berpatisipasi dalam perayaan World Book Day sebagai bentuk apresiasi terhadap dunia perbukuan di Indonesia.
"Kepergok Membaca" merupakan tema perayaan World Book Day Indonesia tahun ini. Salah satu program utamanya ini yaitu Kampanye 1000 Foto Kepergok Membaca. Program ini merupakan upaya untuk merekam dan mencari tahu budaya membaca masyarakat Indonesia. Melalui foto-foto yang terkumpul tersebut kita dapat melihat perilaku membaca di lingkungan sekitar kita. (inioke.com)
No comments:
Post a Comment