Monday, February 7, 2011

Menulis Buku yang Dibeli dan Dibaca Orang

aku tulis buku ini karena
aku berutang pada tuhanku
aku berutang pada rakyatku
aku berutang pada alam negeriku
aku berutang pada diriku

aku tulis buku ini karena
mungkin untuk itulah aku dilahirkan kini dan disini
di bumi pertiwi yang sedang bersedih hati
jadi, perkenankanlah kiranya
[Sumber: Menjadi Manusia Pembelajar, Kompas, 2000; xxxiii-xxxv]

Apa yang akan dipikirkan orang ketika membaca buku-buku berjudul Sukses Tanpa Gelar, Berguru Pada Matahari, dan Menerobos Badai Krisis? Aku tidak tahu.

Namun, aku tahu bahwa ketiga buku itu adalah awal keterlibatanku dalam dunia penulisan buku. Dan, jika dipandang dari judul yang aku pilih, mudah-mudahan jelas bahwa aku menulis untuk menyemangati orang. Menyemangati orang-orang yang tak bergelar, yang tak sempat mengecap nikmatnya bangku kuliah, yang harapannya sering teraniaya, yang jumlahnya sangat banyak di negeriku ini.

Menyemangati orang-orang untuk tidak saja belajar dari lembaga-lembaga persekolahan formal, tetapi juga yang mau belajar dari sekolah kehidupan, berguru pada air, matahari, rembulan, angin, pohon, padi, dan alam sekitarnya. Menyemangati orang-orang yang nyaris kehilangan perspektif karena diterpa badai-badai kehidupan, karier yang hancur, keluarga yang tercerai berai, korban PHK, dan sejenisnya.

Siapakah orang-orang yang akan bersedia membeli buku-buku dengan judul-judul berikut: Berwirausaha Dari Nol, Multilevel Marketing, 10 Kiat Sukses Distributor MLM, MLM dan Penggandaan Uang, Pesona Bisnis Direct Selling dan MLM, MLM di Era Internet, dan Meet, Learn, and Multiply?nBerapa banyak orang-orang yang berminat atas buku-buku semacam itu?

Aku harap yang akan berminat adalah mereka yang mencari alternatif penghasilan lewat jalur kewirausahaan, dan tentu saja para praktisi industri bisnis jaringan, multi-level atau network marketing. Dan karena momentumnya kurasa tepat—kondisi tahun-tahun krisis ekonomi 1998-2000—maka sejak awal aku sudah menduga bahwa buku-buku semacam itu akan ”meledak” di pasaran.

Jadi, aku memang tak terlalu kaget ketika buku-buku yang dibuat seukuran saku itu mengalami cetak ulang berkali-kali. Rata-rata terjual antara 10 hingga 22 ribu eksemplar. Mestinya bisa dijual dua kali lebih banyak, sebab industri bisnis jaringan ketika itu sedang tumbuh dari sekitar 3 juta pelaku menjadi lebih dari 4 juta pelaku. Masalahnya, aku sudah tak ada waktu untuk ikut menjual buku-buku tersebut.

Ketika tahun 1999 Harian Kompas mulai memberi lebih banyak ruang untuk memuat artikel tentang perlunya pembaruan pendidikan formal, maka aku tergerak untuk menuliskan sejumlah catatan keprihatinanku di seputar tema ini.

Aku kumpulkan sejumlah kliping untuk memancing ide, lalu aku cari pikiran pendukung dari buku-buku dengan tema yang sama. Maka lahirlah buku-buku berjudul Menjadi Manusia Pembelajar, Pembelajaran di Era Serba Otonomi, Sekolah Saja Tidak Pernah Cukup, dan Mengasah Paradigma Pembelajar.

Dengan judul-judul semacam itu aku berharap bisa ikut memprovokasi pikiran-pikiran kritis dan kreatif untuk merangsang proses-proses pembelajaran alternatif di masyarakat. Target pembaca yang aku incar terutama praktisi di dunia persekolahan yang menginginkan perubahan, dan praktisi di bidang pengembangan harkat dan martabat manusia [dh PSDM] yang bekerja di perusahaan.

Dengan dukungan media promosi yang tepat dari penerbit, buku Menjadi Manusia Pembelajar ternyata mendapat respons paling banyak. Buku yang aku tulis selama dua setengah bulan itu—ini buku paling ”serius” yang pernah aku tulis sejauh ini—telah mengalami 8 kali cetak ulang di Penerbit Kompas. Mungkin itu buku nonfiksi yang paling laris dari seluruh buku yang pernah diterbitkan Kompas sampai hari ini.

Di kala aku menghadirkan buku-buku bertajuk Agar Menulis/Mengarang Bisa Gampang, Agar Menjual Bisa Gampang, Presentasi Efektif, dan Menjual Tanpa Hambatan, maka pasar yang aku incar adalah mereka yang mencari cara-cara atau teknik-teknik praktis untuk menulis, menjual, atau memberikan presentasi.

Dan karena menulis, menjual, dan memberikan presentasi adalah kegiatan sehari-hari yang aku lakukan, maka dengan cepat buku panduan praktis itu bisa kubuat. Pasar ternyata mampu menyerap antara 15-21 ribu eksemplar per judul buku, dan sampai hari-hari ini masih mampu terjual sekitar 100 eksemplar per judul per bulan.

Pada kesempatan lain, bulan Juli 2004, aku terinspirasi oleh hadiah dari penyimpanan deposito di sebuah bank swasta. Mereka memberiku buku agenda tahun 2004. Lalu terbitlah ide untuk membuat agenda tanpa tahun, tanpa tanggal, tapi diperkaya dengan pertanyaan-pertanyaan reflektif yang disusun mingguan. Karena tanpa tanggal dan tanpa tahun, maka agenda ini bisa mulai digunakan kapan saja. Aku hanya mencantumkan nama-nama hari dan membuat petunjuk cara menggunakan agenda yang unik tersebut. Ku pikir agenda kreatif macam ini bisa dijadikan kado ulang tahun atau kado akhir tahun. Ide ini aku kerjakan sekitar 3 hari kerja, dan kemudian kutawarkan ke Gramedia Pustaka Utama. Maka Oktober 2004 terbitlah buku Agenda Refleksi dan Tindakan: Untuk Hidup Yang Lebih Baik. Dalam dua belas bulan sudah dua kali cetak.

Tatkala aku membaca buku Terapi Tawa dan menemukan sejumlah fakta mengenai manfaat tertawa bagi kesehatan dan kebahagiaan seseorang, langsung muncul ide untuk membuat kombinasi antara fakta-fakta dengan cerita-cerita lucu. Lalu aku buat kerangkanya, dan aku minta seorang staf di kantorku untuk mengisi rangka tersebut. Hasilnya, terbitlah buku Be Happy – Memulung Keceriaan dari Sekolah Kehidupan. Rencananya, buku ini akan terbit berseri. Namun, aku masih ingin melihat respons pasar dalam 3 bulan pertama peredarannya [baru beredar saat tulisan ini kubuat].

Ada kalanya aku diminta menulis oleh kawan-kawan di media tertentu seperti Media Indonesia, Manajemen, Warta Ekonomi, Warta Bisnis, SWA, atau majalah-majalah intern organisasi tertentu. Mulanya tentu berupa artikel. Kalau kemudian berseri dengan tema tertentu, maka akhirnya pasti aku kumpulkan menjadi buku saku. Seperti buku Mengasah Indra Pemimpin dan Meet, Learn, and Multiply yang merupakan kumpulan tulisan tentang kepemimpinan di Warta Ekonomi dan Media Indonesia.

Begitulah kira-kira proses kreatifku dalam menulis buku. Ide-ide bisa muncul dari bacaan, bisa dari tontonan, bisa dari obrolan, bisa dari radio, bisa dari pertanyaan orang, bisa dari surat elektronik, dari milis, dari internet, dari lamunan, dari pengamatan, dan dari semua arah.

Tempatnya pun tak ada yang sangat khusus. Di rumah, di mobil, di pesawat, di kantor, di restoran, di mal, dan dimana saja ide-ide bisa muncul tiba-tiba.

Kalau sedang nyetir mobil dan idenya muncul, aku tak segan menepi sebentar untuk mencatat dulu ide tersebut sebelum melanjutkan perjalanan. Soalnya, kalau tak segera di catat akan hilang nanti. Aku selalu membawa kertas kecil disaku baju, supaya bila ide muncul sewaktu-waktu, aku akan sempat mencatatnya. Atau, bisa langsung aku ketik di laptop-ku. Kalau informasi dasarnya dari surat elektronik atau artikel di internet, tinggal aku copy–paste langsung, lalu kuberi judul sementara dan kusimpan. Di laptop-ku selalu tersimpan sejumlah draft artikel untuk dilanjutkan atau diperbaiki.

Mungkin karena aku mencari nafkah dalam industri pelatihan manajemen praktis dan kepemimpinan terapan, maka tulisanku banyak terinspirasi oleh hal-hal yang bertalian dengan itu.

Juga karena pergaulanku lebih banyak dengan orang-orang bisnis, maka aku selalu memperhatikan segmen pasar mana yang aku harapkan membeli karya tulisku.

Targetku, untuk tiap judul buku harus bisa terjual minimal 10.000 eksemplar. Dan untuk membidik target tersebut, judul buku memainkan peranan yang cukup penting. Bahkan aku seringkali menambahkan subjudul untuk lebih mempertegas apa yang boleh diharapkan oleh calon pembaca buku tersebut. Misalnya, Sukses Tanpa Gelar: Menuturkan Lima Belas Kisah Sukses Luar Biasa; atau Berwirausaha dari Nol: 10 Kiat Sukses dengan Modal Seadanya; atau Menjadi Manusia Pembelajar: Pemberdayaan Diri, Transformasi Organisasi dan Masyarakat Lewat Proses Pembelajaran; atau Be Happy: Memulung Keceriaan dari Sekolah Kehidupan.

Ini aku lakukan karena aku ingin karyaku dibeli dan dibaca orang [menurut Mas Wandi yang tumpus lumus menangani buku nonfiksi di Gramedia, buku yang ”dibeli dan dibaca” orang di Indonesia umumnya ukuran saku dan harganya relatif murah---dan jenis buku itulah yang ingin aku tulis, memang]. Aku tidak menulis buku untuk dijadikan pajangan di ruang tamu.

Soal lain adalah isi cover belakang. Bagiku ini juga penting untuk diperhatikan. Hal-hal yang paling mendasar, atau paling penting, atau paling baik dari isi buku itu harus bisa ditonjolkan secara menarik. Misalnya, di cover belakang buku Be Happy dikutip ”Huahahaha. Sambil tertawa, buku saya yang ke-25 ini dipersembahkan kepada siapa saja yang merasa ingin lebih gembira, lebih ceria, dan lebih sehat dalam hidup.

Di tengah republik yang sangat piawai menghadirkan duka nestapa dan kesedihan, buku ini saya harapkan dapat sedikit menghibur dan menguatkan, agar terpasok lagi optimisme dan energi untuk bertindak memperbaiki situasi di lingkungan terdekat. … Dan mari kita rintis kelompok-kelompok militan untuk mengkampanyekan gerakan DENGAN TAWA MEMBANGUN BANGSA. Huahahaha.”

Apakah aku punya target tertentu dalam soal menulis ini? Tentu saja. Tujuanku adalah mewariskan 100 judul buku kepada generasi pengganti, walau mungkin hanya beberapa judul saja yang masih akan tetap terbit ketika aku wafat nanti. Dan untuk mencapai tujuan tersebut aku menargetkan menulis 1 halaman per hari, 7 halaman per minggu, 365 halaman per tahun. Sejauh ini aku telah mempublikasikan 25 judul buku, jadi masih ada hutang 75 buku. Kalau tiap tahun dihasilkan 3 buku saja, maka di usia 66 tahun nanti 100 judul buku telah kutulis.

Mengapa aku bersemangat untuk tetap menulis? Mungkin karena aku telah merumuskan misi hidup pribadiku seperti ini: ”Aku ingin menyentuh hati orang, agar mereka menjadi yang terbaik dari dirinya, demi pengabdian pada masyarakat dan bangsanya.” Dan menulis adalah salah satu caraku untuk melaksanakan misi hidup yang demikian itu. Jadi, perkenankanlah kiranya.


*) Andrias Harefa. Mindset Therapist, Penulis 37 Buku Best-Seller, Trainer/Speaker Coach Berpengalaman 20 tahun. Pendiri www.pembelajar.com.
(andriasharefa.com)

No comments:

Post a Comment