Charles W. Elliot seorang tokoh pendidikan AS yang hidup tahun 1834-1926 mengatakan: “Mau tahu siapa teman paling setia, tidak cerewet, gampang ditemui, sekaligus guru nan bijak dan sabar? Dialah buku.”
Sungguh bijak ungkapan Charles W.Elliot itu. Namun, bagaimana keadaan bangsa kita dalam hal membaca? Berdasarkan laporan World Bank “Educational in Indonesia-From Crisis to Recovery” (1998) kemampuan membaca anak-anak Indonesia masih rendah. Berdasarkan hasil studi yang dilakukan Vincent Greanary bahwa peserta didik-peserta didik kelas enam SD di Indonesia kemampuan membacanya hanya 51,7 berada di urutan paling akhir setelah Filipina(52,6), Thailand (65,1), Singapura (74,0) dan Hongkong (75,5). (Ki Supriyoko:2004).
Demikian juga kebiasaan membaca pada masyarakat umum juga masih rendah. Salah satu indikatornya adalah jumlah surat kabar yang dikonsumsi oleh masyarakat. Idealnya setiap surat kabar dikonsumsi sepuluh orang, tetapi di Indonesia angkanya 1:45; artinya setiap 45 orang mengonsumsi satu surat kabar. Di Filipina angkanya 1:30 dan di Sri Lanka angkanya 1:38.
Indikator lainnya kebiasaan membaca masih rendah dapat dilihat dari rendahnya pengunjung perpustakaan. Kepala Perpustakaan Nasional, Dady P. Rachmanata, menyampaikan informasi mengenai rendahnya pengunjung perpustakaan nasional dan perpustakaan daerah di seluruh Indonesia. Dari pengunjung yang datang ke perpustakaan itu, yang meminjam buku hanya 10 sampai dengan 20 persen. Jika peminjam buku tersebut diasumsikan yang mempunyai kebiasaan membaca maka tingkat kebiasaan membaca kita baru 10 sampai dengan 20 persen. Padahal di negara maju angkanya mencapai 80 persen. Berdasarkan data di atas dalam soal membaca, masyarakat kita kalah dibandingkan dengan masyarakat negara berkembang lainnya seperti Filipina apalagi dengan negara maju seperti antara lain Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat.
UNDP dalam salah satu publikasinya menyatakan, “Human Development Index 2003” (2003), Indonesia ditempatkan di peringkat 112 dari 174 negara dalam hal kualitas bangsa. Dalam daftar tersebut Indonesia di bawah Vietnam (109), Thailand (74), Malaysia (58), dan Brunei Darussalam (31). United Nations Development Programme (UNDP) menjadikan angka melek huruf sebagi salah satu indikator untuk mengukur kualitas bangsa. Tinggi rendahnya angka melek huruf menentukan tinggi rendahnya indeks pembangunan manusia atau Human Development Index (HDI) dan tinggi rendahnya HDI menentukan kualitas bangsa. Dari data di tersebut dapat disimpulkan bahwa kualitas bangsa Indonesia masih lebih rendah dibanding negara tetangga Vietnam, Thailand, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Dengan demikian kebiasaan membaca, baik langsung maupun tidak langsung sangat menentukan kualitas bangsa.(blog.uny.ac.id)
No comments:
Post a Comment