KETIKA Mahkamah Kostitusi menetapkan Caleg terpilih berdasarkan suara terbanyak, setiap caleg memiliki peluang yang sama untuk memenangkan kursi legislatif.
Untuk itu, setiap calon legislatif harus memiliki strategi jitu dan cerdik agar dapat memperoleh dukungan suara dari calon pemilih di masing-masing daerah pemilihannya. Caleg tidak bisa lagi mengharapkan tambahan suara dari caleg lainnya yang berada pada urutan dibawahnya.
Dalam dunia bisnis, perusahaan yang menghadapi tingkat persaingan yang tinggi, harus mampu menggunakan seluruh sumberdaya yang dimiliki secara efektif dan efisien agar produk yang mereka tawarkan dipersepsikan konsumen lebih baik dibandingkan produk pesaing dan akhirnya dapat memenangkan persaingan.
Begitu juga dalam dunia politik, ketika persaingan memperebutkan kursi legislatif semakin tinggi, para caleg juga harus mampu mengerahkan semua kemampuan dan kompetensi yang dimiliki secara efektif agar mampu memperebutkan kursi legislatif. Untuk dapat keluar sebagai pemenang, caleg tidak hanya dituntut memiliki strategi dan taktik yang baik tapi juga dituntut untuk lebih cerdik dan mampu meraih simpati masyarakat pemilih.
Ada beberapa langkah yang seharusnya dilakukan calon legislatif untuk dapat memenangkan persaingan. Pertama, setiap caleg harus mampu membangun Personal Brand. Personal branding menjadi begitu penting untuk dikerjakan agar caleg menjadi dikenal oleh target audience di masing-masing dapil.
Dalam dunia bisnis, menjual produk atau jasa yang telah memiliki merek terkenal (branded product) akan jauh lebih mudah dibandingkan menjual produk atau jasa yang belum dikenal. Begitu juga dengan dunia politik, popularitas menjadi salah satu driving force penting bagi keberhasilan caleg. Artinya, popularitas caleg dimata pemilih merupakan salah satu kunci kemenangan, meskipun popularitas bukan satu-satunya penentu kemenangan kandidat.
Untuk itu, caleg harus sering-sering melakukan sosialisasi dan turun ke daerah pemilihannya secara langsung dan mampu merebut simpati masyarakat.
Faktor kedua, adalah caleg harus mampu membuat pemetaan profil pemilih di daerah pemilihannya, agar nanti caleg dapat mengetahui segmentasi pemilih di masing-masing wilayah, dan kemudian menentukan kelompok mana saja yang akan menjadi target utama yang akan dibidik.
Dengan memahami profil pemilih, caleg akan dapat merancang produk politik yang sesuai dengan kebutuhan pasar (market oriented) dan pada akhirnya nanti dapat merancang positioning yang jelas dan mudah dipahami oleh calon pemilih.
Perlu diingat bahwa pesaing lainya baik dari partai yang sama atau dari partai lain juga menginginkan suara yang sama.
Konseop inti dari pemasaran adalah bagaimana perusahaan mampu memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen atau pasar, agar produk atau jasa yang ditawarkan dapat diterima oleh pasar. Begitu juga dengan dunia politik.
Jaringan Sosial
Pertanyaan yang mendasar adalah bagaimana partai atau caleg mengetahui kebutuhan dan keinginan calon pemilih agar nantinya pertai atau caleg mampu menawarkan produk plitik yang lebih berorientasi pasar? Ini merupakan tantangan bagi partai dan caleg. Untuk itu, partai maupun caleg perlu melakukan market intelligent. Artinya, partai dan caleg harus mampu memperoleh informasi akurat tentang apa yang diinginkan masyarakat.
Faktor ketiga adalah kemampuan caleg membangun jaringan sosial dengan masyarakat diwilayah pemilihannya, Caleg tidak bisa hanya berdiam diri semakin banyak dan luas jaringan yang dapat dibentuk, akan memudahkan caleg melakukan komunikasi dengan calon pemilih. Tentu saja hal ini tidak dapat dilakukan dengan sendirinya oleh caleg maupun partai.
Caleg maupun partai dituntut memiliki orang-orang atau kader partai yang kompeten yang bertindak sebagai sales representative dan anntinya bertugas menjual kandidat ke pada target calon pemilih.
Faktor keempat adalah merancang komunikasi dan memilik media komunikasi yang tepat sebagai alat kampanye bagi partai maupun caleg. Target utama dalam berkampanye adalah bagaimana para calon pemilih mengingat nama caleg, nomor urut, dan nama partai.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa sebagian besar calon pemilih kurang memperhatikan slogan, visi atau missi yang dibuat caleg karena sudah terlalu banyak dan hampir mirip antara satu caleg dengan caleg lainnya. Para caleg harus mempunyai strategi baru dalam berkampanye dan melakukan terobosan dalam berkomunikasi selama kampanye.
Berdasarkan observasi di lapangan, kebanyakan caleg masih menggunakan pola lama dalam berkomunikasi, seperti spanduk, banner, kalender, kartu nama, SMS. Dengan perubahan peta jumlah partai peserta pemilu dan jumlah caleg seharusnya pola dan media komunikasi yang digunakan harus dirubah.
Para caleg harus pandai menentukan media komunikasi yang tepat untuk mengedukasi pemilih agar mengingat nama caleg, partai dan nomor urut.
Untuk pemilu 2009, era spanduk sudah selesai. Spanduk hanya diingat sesaat dan tidak meninggalkan ingatan (memori) yang mendalam bagi para pembacanya yang sebagian besar adalah pelintas jalan dengan kendaraan bergerak. Calon pemilih tidak mungkin diedukasi untuk mengingat karena pemasang spanduk begitu banyak dan pesan komunikasinya hampir sama.
Hal yang sama juga terjadi pada alat komunikasi melalui Short Message Service (SMS), juga tidak bisa digunakan sepenuhnya. SMS itu hanya salah satu alternatif komunikasi yang bisa digunakan sebagai tambahan, namun bukan pokok, jika dipilih untuk digunakan.
Pada pokoknya, strategi yang dipilih harus benar-benar tepat sasaran dan tidak dapat menggunakan duplikasi pola komunikasi yang digunakan caleg lain.
Tentu saja, masyarakat pemilih kota berbeda dengan masyarakat pemilih desa. Artinya bentuk komunikasi dan media komunikasi yang digunakan juga berbeda.
Untuk keluar sebagai pemenang, para caleg dituntut kreatif, innovatif dan cerdas dalam merancang strategi dan taktik.(palembang.tribunnews.com)
No comments:
Post a Comment