SIAPA yang tidak butuh harta dan tidak perlu uang? Selama masih hidup di dunia, semua manusia memerlukan harta atau uang. Masalahnya, apakah karena semua orang butuh uang lalu kita menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya?
Harta tetaplah sarana, senjata, atau kendaraan yang sangat berguna bagi setiap Muslim untuk mendapatkan ridha Allah.
Seperti yang dicontohkan oleh Sayyidah Khadijah, Utsman bin Affan dan juga Abdurrahman bin Auf. Harta menjadikan ketiganya sebagai manusia teladan hingga akhir zaman.
Tetapi harta juga bisa menjerumuskan manusia ke dalam neraka.
Terutama jika seorang Muslim tidak mengerti apa hakikat harta, bagaimana mendapatkannya, menggunakannya, dan memanfaatkannya.
Al-Qur’an memberikan contoh konkrit perihal manusia yang gagal memahami hakikat harta dan tahta. Di antaranya ada Fir’aun, Haman, dan Qarun. Ketiganya adalah manusia yang terjerumus ke dalam neraka justru karena harta dan tahta yang dicintainya.
Mereka telah menjadi hamba dirham dan hamba kekuasaan, sehingga tidak ada yang dipikirkannya selain uang, uang, dan uang. Mengenai bagaimana cara mendapatkannya dan untuk apa, sama sekali mereka tidak pernah mempedulikannya.
Fenomena seperti ini, ternyata tidak saja berlaku pada Fir’aun dan orang-orang terdekatnya. Ternyata, hal itu juga terjadi di masa kini, bagaimana orang berlomba menjadi pejabat, bahkan saat dirinya telah di penjara pun, ia masih bernafsu menjadi pejabat.
Dan, karena masih berpengaruh, mantan narapidana korupsi itu pun bisa menjabat lagi dengan sangat mudah.
Satu di antaranya apa yang terjadi di Majene Sulawesi Barat. Seorang mantan narapidana kasus korupsi DAK bidang pendidikan 2006 sebesar 6,1 miliar rupiah, kini diangkat menjadi pejabat kembali. Kali ini oknum berinisial MT itu menjabat sebagai kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Majene. Tentu, hal itu adalah irasional.
Berbagai pihak pun menyayangkan banyaknya fenomena semacam itu.
Padahal, pemerintah melalui Surat Edaran Menteri Dalam Negeri yang ditandatangani 29 Oktober 2012 telah melarang mantan narapidana korupsi diberi amanah untuk menjabat lagi.
Tetapi itulah sifat manusia gila harta. Jangankan surat edaran menteri, Undang-Undang, atau apapun yang dibuat manusia, perintah Tuhan pun berani dia lawan. Yang penting hidupnya bisa bergelimang uang dan keuntungan, sehingga bisa hidup dalam kemegahan, kemewahan dan kesenangan.
Fenomena seperti itu sudah sangat lazim di negeri ini. Pelakunya pun bukan hanya pejabat. Mulai dari rakyat sampai pejabat, pebisnis hingga artis, umumnya sudah tidak peduli agama dan lupa Allah.
Siang malam ia rela bekerja demi uang untuk makan dengan mengabaikan seluruh kewajiban agama. Bahkan sebagian menikmati makanan dengan cara-cara terlarang. Intinya sama, bisa hidup nyaman, bahkan kalau bisa megah dan mewah.
Orang-orang semacam itu tidak akan pernah menyadari kekeliruannya, kecuali jasadnya telah dibenamkan dalam kuburan.
أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ
حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ
“
Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur,” (QS. At-Takasur [102] : 1, 2).
Ayat tersebut menurut Ibn Katsir adalah penjelasan tentang perihal kebanyakan manusia yang terlalu disibukkan oleh kecintaan pada dunia, kenikmatan dan berbagai perhiasannya, sehingga lupa untuk mencari dan mengejar kehidupan akhirat.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Mithraf, yakni Ibnu Abdillah bin asy-Syikhkhir dari ayahnya, dia berkata: “Kami pernah sampai kepada Rasulullah yang ketika itu beliau membaca :
‘Bermegah-megahan telah melalaikanmu’. Anak Adam mengatakan, ‘Hartaku, hartaku’. Tidaklah kamu mendapatkan dari hartamu itu kecuali apa yang kamu makan, lalu habis atau kamu pakai lalu usang, atau kamu sedekahkan sehingga akan terus mengalir?” (HR. Muslim, Tirmidzi, dan Nasa’i).
Kita sebagai Muslim tidak boleh terpengaruh lalu ikut-ikutan kebanyakan orang yang sudah gila harta dan lupa iman. Karena, seperti dijelaskan dalam hadits di atas, harta itu hanyalah apa yang kita makan.
Jadi, jika berlebihan, apalagi salah dalam pemanfaatannya, maka kita pasti akan masuk neraka.
Anas meriwayatkan dari Nabi, bahwa beliau bersabda, “Anak Adam itu akan menjadi tua dan dua hal yang akan tetap bersamanya; ketamakan dan angan-angan’.
Infakkan, Bukan Ditahan
Harta dunia sangat penting bagi kelangsungan kemajuan umat Islam. Itulah mengapa Allah memerintahkan umat Islam untuk berjihad dengan harta dan jiwa. Jadi, memiliki harta itu perlu.
Sebab dengan punya harta, kita bisa berkontribusi dalam jihad Islam, seperti Sayyidah Khadijah, Utsman bin Affan, dan Abdurrahman bin Auf.
Ketiganya adalah teladan yang baik bagi kita semua untuk termotivasi memiliki harta yang banyak dan sepenuhnya kita gunakan untuk kemajuan Islam.
Hanya harta yang digunakan untuk memperbanyak amal shaleh saja yang bisa menyelamatkan seorang manusia dari azab neraka.
Al-hafizh Ibnu ‘Asakir menyebutkan di dalam biografi Al-Ahnaf bin Qais dan namanya adalah Adh-Dhahak, bahwasanya dia pernah melihat uang dirham di tangan seseorang, lalu dia bertanya:
“Milik siapa dirham ini?”
Lalu orang itu berkata kepadaku, “Uang itu akan menjadi milikmu jika engkau menginfakkannya, baik untuk memperoleh pahala maupun mendapatkan rasa syukur”.
Kemudian Al-Ahnaf membacakan syair: Engkau akan menjadi milik hartamu jika engkau menahannya, dan jika engkau menafkahkannya maka harta itu menjadi milikmu.
Jadi, harta itu harus diinfakkan bukan ditahan, dihitung-hitung untuk keperluan yang berlebihan. Cukuplah harta itu untuk menjaga kita dari kemiskinan dan meminta-minta. Jika sudah cukup segera infakkan.
Karena menginfakkan harta adalah satu amalan yang dapat mengantarkan setiap Muslim pada ampunan Allah dan berhak atas surga seluas langit dan bumi.
الَّذِينَ يُنفِقُونَ فِي السَّرَّاء وَالضَّرَّاء وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
“
(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan,” (QS Ali Imran [3] : 134).
وَفِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِّلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ
“
Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.” (QS. Adz-Dzariyat [51] : 19).
Jadi, tunggu apalagi, segerakan infakkan harta kita untuk mereka yang membutuhkan.
Halal, Bukan Haram
Islam tidak melarang umatnya menjadi kaya raya, silakan, bahkan sangat perlu ada diantara umat Islam yang kaya raya, untuk mendukung jihad umat Islam. Asalkan, cara mendapatkan hartanya tidak dengan cara curang atau haram, seperti banyak dilakukan para pejabat hari ini, yang gemar korupsi.
وَلاَ تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُواْ بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُواْ فَرِيقاً مِّنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالإِثْمِ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ
“
Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah [2] : 188).
Akhirnya, mari kita semua mencari harta dengan cara yang baik lagi halal sebanyak-banyaknya untuk mendukung kemajuan dan kejayaan umat Islam. Jangan sekali-kali terbesit niat untuk menumpuk-numpuk harta, lalu bakhil dan melupakan fakir miskin. Karena itu adalah pintu gerbang bagi setan untuk menjerumuskan seorang Muslim menjadi penghuni neraka. Waspadalah!(hidayatullah.com)
No comments:
Post a Comment