Tuesday, May 7, 2013

Tujuh Suara

Tujuh Suara
Ada satu perbedaan yang sangat menonjol pada pemilu 1999 dibanding pemilu sebelumnya. Dalam beberapa kali pemilu sebelumnya diikuti hanya oleh 3 Partai.

Pemilu 1999 ini diikuti oleh banyak sekali peserta. Ini dimungkinkan karena adanya kebebasan untuk mendirikan partai politik. Menurut kpu.go.id, Peserta Pemilu saat itu adalah 48 partai. Ini sudah jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah partai yang ada dan terdaftar di Departemen Kehakiman dan HAM, yakni 141 partai.

Saya mengenal salah satu partai baru dimana yang aktif didalamnya sebagian mahasiswa. Pada pemilu 2009 saya ditawari menjadi salah satu tim independen pemantau pemilu, saat itu, karena saya tidak tertarik, maka saya tidak ambil bagian.

Partai ini belum populer seperti 3 partai lama, bahkan namanya pun tidak semua orang mengenalnya. Partai tersebut bernama Partai Keadilan. Yang saya tahu saat itu adalah salah satu pendirinya adalah Anis Matta. Saya kenal nama Anis Matta dari sebuah buku yang saya baca di sebuah toko buku di Pesantren Daarut Tauhiid Pimpinan Aa Gym (KH. Abdullah Gymnastiar), Judul buku "Manusia Muslim Abad XXI" sebelum partai itu dideklarasikan, sekitar 1998. Ternyata pengarang buku ini merupakan salah satu tokoh deklarator partai keadailan.

Paska ujian akhir semester, di saat libur yang cukup panjang, saya pulang kampung. Suatu hari datang Budiyanto kerumah saya, sambil bercengkrama kesana-kemari sambil melepas rindu karena lama tidak bertemu, Budiyanto membawa sebuah bendera dan memberikannya kepada asya untuk di Pasang di rumah. Bendera tersebut tiada lain bendera sebuah partai baru dengan nomor partai 24, namanya Partai Keadilan. Saya pun kaget ternyata Budiyanto membawa Bendera sebuah partai dimana saya sendiri ada rasa simpati kepadanya.

Saya tidak tahu saat itu Budiyanto sebagai apa di partai itu, dan saya sendiri pun tidak pernah bertanya mengenai itu. Budiyanto mengajak saya untuk bersama-sama mebesarkan partai ini khususnya di tempat kami Kecamatan Cikarang Pusat.

Saat itu Budiyanto bertanya, kira-kira siapa lagi orang yang perlu di ajak untuk membesarkan partai ini. Maka saya menyebut satu nama teman saya, Abdul Salam.

Kami langsung menuju kerumahnya, kebetulan ia ada dirumah sedang duduk-duduk di teras rumah. Disana kami bersilaturahmi karena memang cukup lama tidak pernah bertemu. Sambil ngobrol, disana kami tak ketinggalan mengutarakan maksud kami, untuk mengajak Abdul Salam, bersama-sama membesarkan Partai Keadilan.

Abdul Salam tidak banyak tanya, dan dengan antusias ia menerima ajakan kami. Sama seperti saya , ia tidak mempertanyakan Budiyanto sebagai apa di partai ini. Kami sangat antusias. Saya mungkin agak sedikit tahu gambaran sepak terjangnya karena memang di Bandung, khususnya di UPI, banyak yang terlibat di partai itu. Tapi teman saya ini mungkin bentul-betul baru kenal partai ini sejak diobrolan itu.

Di depan rumah salam saat itu, terpasang spanduk yang didalamnya terdapat gambar salah satu partai lain. Dan ternyata sebagaimana yang dikatakan Abdul Salam, Baru saja kemarin ada orang yang datang kerumahnya mengajak salam untuk jadi pengurus partai itu.

Jelang pemilu 1999, saya ikut mensosialisaikan partai ini, khusunya mengajak kepada teman dekat dan orang tua, yang kebetulan beberapa orang ada yang dekat. Saya memberitahu mereka supaya di  pemilu nanti mencoblos gambar partai keadilan, nomor 24.

Saat itu partai baru banyak bermunculan, tak heran saat itu partai peserta pemilu sebanyak 48 partai. Salah satunya adalah Partai Keadilan(Saat ini partai keadilan sudah tidak ada, berganti nama Menjadi Partai Keadilan Sejahtera).

Pemilihan pun tiba, hari yang ditunggu-tunggu didepan mata, akhirnya datang juga. Mungkin semua partai sudah tidak sabar ingin segera melihat hasilnya. Bagaimanakah respon masyarakat kepada semua partai itu khususnya partai-partai baru. Rasa penasaran ini makin menjadi saja mengingat tak semua masyarakat mengenal partai baru.

Mungkin partai lama dalam hal ini diuntungkan, karena nama dan gambarnya sudah dikenal sebelumnya. Namun karena terlalu banyak partai dan letaknya belum tentu hafal, maka bagi para orang tua (pemilih manula) belum tentu memilih dengan tepat partai yang sebenarnya ingin mereka pilih. Saat itu sangat berpeluang terjadi salah pilih.

Hasilnya partai keadilan ditempat saya mencoblos mendapatkan 7 suara. Inilah hasil yang diraih pertama kali oleh partai keadilan di TPS tempat saya memilih.

Ibu-ibu Berkerumun, Dengan Wajah Penuh Rasa Takut
Pemilu sebelumnya, ketika peserta pemilu masih 3 partai, saya merupakan salah satu orang yang menyaksikan bahwa orang yang memilih selain partai penguasa, mereka dikucilkan. Seperti musuh bebuyutan saja. Bahkan ini dilakukan oleh aparat desa. Orang-orang yang memilih selain partai itu sepertinya tidak layak diajak bertetangga. Beberapa dari mereka benar-benar dikucilkan dan jadi bahan cibiran.

Juga, bagaimana ketika itu orang-orang yang dilarang ikut pemilu, yang disinyalir keturunan eks Gerakan 30 S/PKI di hadirkan di TPS dan dikawal beberapa hansip dan aparat desa. Mereka menjadi tontonan anak-anak dan warga yang ada di TPS.

Kita kembali ke topik semula, pemilu 1999. Setelah selesai pencoblosan, semua warga pemilih hampir pulang semua, saya pun pulang dulu kerumah, rencananya akan kembali ke TPS menyaksikan perhidunagn suara.

Setibanya dirumah saya kaget, saya dikerumuni beberapa ibu-ibu dan pemilih manula dengan wajah terlihat penuh rasa takut. "Yo, emak gak bakal di apa-apain kalau salah milih?" tanya salah seorang nenek dengan penuh kekhawatiran.  "Emangnya emak mau pilih gambar mana?"ujar saya balik nanya. "Emak mau pilih gambar beringin, namun tidak ketemu." Ugkapnya.

"Saya katakan, emak tenag saja, sekarang jaman sudah berubah, kita boleh memilih yang mana saja. Bebas, tidak akan ada yang marahin kayak dulu lagi."jawab saya. "Yang bener, emak mah sangat takut." Tanyanya kembali dengan muka masih penuh rasa ketakutan.

Hampir semua ibu yang mengerumuni saya hampir perasaannya sama, seperti ketakutan. Karena mereka tidak menemukan partai lama tersebut.

Dua orang dari mereka, mengatakan pula kepada saya bahwa mereka sangat sulit menemukan gambar partai yang sudah saya tunjukan untuk dipilih. Hanya saja yang satu menemukannya dan yang satu lagi memilih asal-asalan.

Inilah seculi fenomena yang terjadi sudut periode pemilu 1999.



No comments:

Post a Comment